jebakan intelegensia
saya membagi orang. membagi jenis orang. kenapa membagi2 orang? karena saya suka beraneka ragam. saya suka batas yang jelas. saya suka ace hardware, pasar malam, dan jalan ke mal karena keanekaragaman yang harus didefinisikan oleh pembagian2 yang jelas. dan karena ini juga : saya membagi orang karena saya tidak mau direpotin orang. dan merepotkan orang juga di sisi lain. kita sebenarnya direpotkan orang, atau merepotkan orang, karena :
1. kita tidak memahami mereka
2. mereka tidak memahami kita.
3. masing2 paham lawan, tapi masing2 tetap TIDAK mau memahami lawan.
saya sepakat setiap poin. dan cara yang paling mudah untuk tidak merepotkan dan direpotkan oleh orang saya berangkat dari poin 3. well poin 1. tidak..poin 3. kita musti mau memahami mereka.
* * *
harga untuk memahami orang cukup mahal. kemapanan idealisme, set nilai, dan paradigma 'final' kita jadi taruhannya. untuk memahami orang (tetap, dalam rangka mengukur sehingga dapat mengatur jarak aman optimum) menurut saya ada 1 teknik ultimasi : you have to detach. put all of your believes to one safe place first. then free yourself to dive to the new antah-berantah world : someone's set of believes.
taruhannya adalah, kamu akhirnya lupa dimana tempat kamu meletakkan set nilai mu di awal. kamu sudah tidak peduli lagi dengan set nilai awalmu. kamu berjalan maju (atau mundur) dan ber-evolusi (atau ber-retrograsi, pilih sendiri yang enak buat kamu).
kamu percaya untuk maju adalah melepas semua believe awal untuk berani menyelam ke dunia believe baru. tapi sialnya, menyelam ke believe baru apapun itu saat ini juga kamu percaya itu TIDAK selalu menuju ke hal kemajuan.
ok stop.
saat saya dapat dengan pasti berkata bahwa dalamnya danau believe seseorang itu sekian satuan jarak, saya bisa bermain enak : saat saya mau kuras sampai habis saya bisa ukur butuh sanyo berapa watt dan berapa lama untuk itu. jika saya ingin MEWARNAI sungai believe orang tersebut, saya bisa dengan tepat membeli wantex sebanyak satuan bungkus di warung kelontong untuk menghasilkan sejumlah satuan kandela cerahnya warna. sayapun bisa dengan enteng mengencingi saja danau tersebut untuk aksi yang tidak begitu heroik seperti di atas.
yang berbahaya,
saat saya asik menyelami danau believe seseorang tersebut, saya lupa mentas. saya lupa daratan awal saya. saya asik diving menikmati mayat2 busuk yang ada di dasar danau believe seseorang tersebut, menikmati lumpur2 keruhnya, dan bahkan menikmati meneguk air anyir danau believe tersebut, meski saya tahu resikonya adalah saya bisa isdet, koit. saya bisa koit secara idealisme. tapi saya menikmati gatal kulit yang saya alami dari berlama2 berendam dalam danau berlendir yang awalnya saya cemplungi hanya karena 1 konsep :
kemajuan itu berani menyemplung. dan hidup adalah maju ke depan.
hei stop!
kemana tadi konsep hantu blao dalam rangka mengukur jarak optimum terhadap orang lain agar tidak direpoti??
stagnasi sikap defensif adalah menunjukkan kelemahan. kelemahan karena defensif suatu hari akan kalah juga. sudah banyak cerita hikayat yang membuktikan hal ini. di lain sisi, berani nyemplung adalah kemajuan. kita bahas kemudian..
* * *
memang, kembali ke awal bahasan, dengan nyemplung ke otak mereka, saya betul bisa bebas tidak direpoti olehnya. tentu saja, karena saya sudah jadi dia. saya sudah dalam barisannya. barisan orang hebat. (well kalian baru nyampe nya segitu saja sebenarnya).
sekarang saya lupa dimana saya simpan kotak aman saya. isinya idealisme2 lama saya yang agung, believe2 eksotik saya yang tidak ada duanya dan cita2 setinggi bukit palem yang ada di belakang rumah saya yang selalu menantang untuk saya daki. saya ingat, tapi saya lupa. saya lupa rasanya, lupa tiap denyut semangatnya, dan lupa segala resep tetek bengeknya.
semua hanya karena saya sedang asik menggaruki kurap buduk baru saya dan bau anyir kolam 'idealisme baru' yang disebabkan..dan hanya disebabkan... oleh atas nama pengalaman baru akan kemajuan yang saya raih.
* * *
akhirnya saya menciptakan pohon bodhi saya sendiri.
saya bisa lihat lingkaran setannya. saya bisa liat paradox yang baru diciptakan...
1. kita tidak memahami mereka
2. mereka tidak memahami kita.
3. masing2 paham lawan, tapi masing2 tetap TIDAK mau memahami lawan.
saya sepakat setiap poin. dan cara yang paling mudah untuk tidak merepotkan dan direpotkan oleh orang saya berangkat dari poin 3. well poin 1. tidak..poin 3. kita musti mau memahami mereka.
* * *
harga untuk memahami orang cukup mahal. kemapanan idealisme, set nilai, dan paradigma 'final' kita jadi taruhannya. untuk memahami orang (tetap, dalam rangka mengukur sehingga dapat mengatur jarak aman optimum) menurut saya ada 1 teknik ultimasi : you have to detach. put all of your believes to one safe place first. then free yourself to dive to the new antah-berantah world : someone's set of believes.
taruhannya adalah, kamu akhirnya lupa dimana tempat kamu meletakkan set nilai mu di awal. kamu sudah tidak peduli lagi dengan set nilai awalmu. kamu berjalan maju (atau mundur) dan ber-evolusi (atau ber-retrograsi, pilih sendiri yang enak buat kamu).
kamu percaya untuk maju adalah melepas semua believe awal untuk berani menyelam ke dunia believe baru. tapi sialnya, menyelam ke believe baru apapun itu saat ini juga kamu percaya itu TIDAK selalu menuju ke hal kemajuan.
ok stop.
saat saya dapat dengan pasti berkata bahwa dalamnya danau believe seseorang itu sekian satuan jarak, saya bisa bermain enak : saat saya mau kuras sampai habis saya bisa ukur butuh sanyo berapa watt dan berapa lama untuk itu. jika saya ingin MEWARNAI sungai believe orang tersebut, saya bisa dengan tepat membeli wantex sebanyak satuan bungkus di warung kelontong untuk menghasilkan sejumlah satuan kandela cerahnya warna. sayapun bisa dengan enteng mengencingi saja danau tersebut untuk aksi yang tidak begitu heroik seperti di atas.
yang berbahaya,
saat saya asik menyelami danau believe seseorang tersebut, saya lupa mentas. saya lupa daratan awal saya. saya asik diving menikmati mayat2 busuk yang ada di dasar danau believe seseorang tersebut, menikmati lumpur2 keruhnya, dan bahkan menikmati meneguk air anyir danau believe tersebut, meski saya tahu resikonya adalah saya bisa isdet, koit. saya bisa koit secara idealisme. tapi saya menikmati gatal kulit yang saya alami dari berlama2 berendam dalam danau berlendir yang awalnya saya cemplungi hanya karena 1 konsep :
kemajuan itu berani menyemplung. dan hidup adalah maju ke depan.
hei stop!
kemana tadi konsep hantu blao dalam rangka mengukur jarak optimum terhadap orang lain agar tidak direpoti??
stagnasi sikap defensif adalah menunjukkan kelemahan. kelemahan karena defensif suatu hari akan kalah juga. sudah banyak cerita hikayat yang membuktikan hal ini. di lain sisi, berani nyemplung adalah kemajuan. kita bahas kemudian..
* * *
memang, kembali ke awal bahasan, dengan nyemplung ke otak mereka, saya betul bisa bebas tidak direpoti olehnya. tentu saja, karena saya sudah jadi dia. saya sudah dalam barisannya. barisan orang hebat. (well kalian baru nyampe nya segitu saja sebenarnya).
sekarang saya lupa dimana saya simpan kotak aman saya. isinya idealisme2 lama saya yang agung, believe2 eksotik saya yang tidak ada duanya dan cita2 setinggi bukit palem yang ada di belakang rumah saya yang selalu menantang untuk saya daki. saya ingat, tapi saya lupa. saya lupa rasanya, lupa tiap denyut semangatnya, dan lupa segala resep tetek bengeknya.
semua hanya karena saya sedang asik menggaruki kurap buduk baru saya dan bau anyir kolam 'idealisme baru' yang disebabkan..dan hanya disebabkan... oleh atas nama pengalaman baru akan kemajuan yang saya raih.
* * *
akhirnya saya menciptakan pohon bodhi saya sendiri.
saya bisa lihat lingkaran setannya. saya bisa liat paradox yang baru diciptakan...
0 Comments:
Post a Comment
<< Home